Dzo hasil kloning sel somatik pertama di dunia lahir di Xizang, China
Beijing – Ilmuwan China mengumumkan kelahiran Dzo hasil kloning sel somatik pertama di dunia di Daerah Otonom Xizang, China. Pencapaian ini menandai terobosan penting dalam teknologi pemuliaan di dataran tinggi, yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas ternak dataran tinggi dan melindungi spesies yang terancam punah.
Bayi Dzo jantan itu lahir dengan bobot 26 kilogram melalui operasi caesar. Pengujian genetik yang cermat mengonfirmasi bahwa dzo tersebut merupakan salinan genetik yang sama persis dengan dzo pendonor. Saat ini, anak dzo tersebut telah bertahan hidup lebih dari dua bulan dan dalam kondisi sehat, lansir Science and Technology Daily, Jumat (11/7).
Pencapaian ini ditorehkan oleh tim kolaboratif dari Institut Ilmu Hewan (Institute of Animal Sciences/IAS) di bawah Akademi Ilmu Pertanian China (Chinese Academy of Agricultural Sciences/CAAS), akademi ilmu pertanian dan peternakan serta fasilitas peternakan dan kedokteran hewan di Xizang, bersama dengan Universitas Pertanian China dan Northeastern University.
Tim tersebut menyatakan bahwa uji coba ini telah disetujui oleh otoritas terkait dan mematuhi norma-norma etika.
“Ini menandai penerapan pertama yang berhasil dari kloning sel somatik in situ di dataran tinggi Xizang, khusus untuk konservasi dan pemanfaatan sumber daya genetik yang telah disesuaikan secara lokal,” ungkap Yu Dawei, seorang peneliti dari CAAS-IAS yang memimpin tim penelitian.
Dzo, yang merupakan hasil kawin silang antara yak betina dan sapi ternak jantan lokal, beradaptasi secara unik terhadap kondisi ekstrem Dataran Tinggi Qinghai-Tibet dan memberikan manfaat ekonomi yang unggul.
Selain output susu dalam jumlah yang mengesankan, dzo dikenal karena efisiensi hasil dagingnya yang tinggi, kaya dengan nilai gizi, dan kemampuan angkut yang kuat, sehingga menjadikannya jauh lebih bernilai secara ekonomi dibandingkan spesies sapi ternak dataran tinggi biasa.
Kendati demikian, hambatan utama yang menghalangi pemanfaatan keunggulan ini secara sepenuhnya adalah ketidaksuburan Dzo jantan, yang menghalangi penyebaran genetik unggul mereka secara alami.
Teknik produksi dan transfer embrio sapi yang canggih, yang sangat penting untuk pemuliaan, juga masih belum dikembangkan secara optimal di Xizang. Oleh karena itu, ketergantungan pada kawin silang buatan berulang meningkatkan biaya dan menghambat industrialisasi skala besar.
Para peneliti mengekstrak sel-sel somatik dari telinga seekor dzo dewasa berusia sembilan tahun. Inti sel tersebut kemudian dipindahkan ke dalam sel telur sapi ternak yang telah diambil intinya untuk menciptakan embrio kloning.
Embrio ini ditanamkan ke dalam seekor induk Dzo pengganti, yang kemudian menjalani kehamilan di tengah kondisi dataran tinggi yang menantang, termasuk suhu rendah dan kadar oksigen yang minim.
Pada akhirnya, induk tersebut melahirkan seekor anak Dzo jantan pada 12 Mei 2025 di fasilitas percobaan daerah di ibu kota regional, Lhasa.
“Teknologi kloning berpresisi ini memungkinkan pewarisan stabil dari sifat-sifat unggul yang diinginkan, seperti hasil panen yang tinggi dan ketahanan terhadap lingkungan. Teknologi ini membuka jalan bagi pembiakan ternak bibit unggul berkualitas tinggi secara massal,” papar Yu.
Proses kloning di lingkungan dataran tinggi dengan kadar oksigen rendah menimbulkan tantangan ilmiah yang luar biasa.
“Tim kami berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan ini melalui inovasi teknis utama, termasuk pengembangan sistem kultur embrio yang disesuaikan dengan kondisi dataran tinggi, yang memastikan perkembangan awal embrio melalui pengendalian parameter, seperti suhu dan pH, secara berpresisi,” sebut Yu.
Dia menambahkan bahwa tim peneliti juga telah mengoptimalkan protokol pemilihan induk pengganti untuk meningkatkan tingkat keberhasilan kehamilan.
Selain dzo, sistem yang telah tervalidasi ini memungkinkan penyimpanan gen (gene banking), dan restorasi di masa mendatang terhadap spesies dataran tinggi yang terancam punah lain di habitat aslinya, seperti antelop Tibet dan yak liar, menjadi suatu kemungkinan yang nyata, papar Yu.
“Hal ini diharapkan dapat menjadi jaminan teknologi yang krusial bagi keanekaragaman hayati di kawasan dataran tinggi.”