Riset dan inovasi menjadi penting dalam melestarikan kebudayaan
Jakarta – Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menyoroti pentingnya riset dan inovasi dalam upaya melestarikan, mengembangkan, dan membina kebudayaan sebagai fondasi jati diri bangsa.
Menurutnya, kolaborasi erat antara Kementerian Kebudayaan dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi langkah strategis untuk menggali potensi kebudayaan, khususnya melalui penelitian arkeologi dan eksplorasi situs-situs budaya di Indonesia.
“Kita perlu redefinisi identitas bangsa melalui riset kebudayaan. Indonesia adalah salah satu peradaban tertua di dunia, namun nilai ini belum cukup dimanfaatkan sebagai fondasi jati diri kita,” kata Fadli Zon usai menyampaikan Pidato Kebudayaannya saat gelaran Memorial Lectures dan Pidato Kebudayaan “Redefining Indonesia Identity” di Auditorium Soemitro Djojohadikusumo, Gedung B.J. Habibi BRIN, Jakarta, Rabu.
Kolaborasi yang dilakukan tersebut tidak hanya berfokus pada pelestarian, tetapi juga pada inovasi dalam memanfaatkan hasil penelitian untuk memberikan manfaat nyata, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sebagai mitra utama, memiliki peran signifikan dalam menggali temuan-temuan yang selama ini belum tereksplorasi sepenuhnya.
Riset arkeologi, manuskrip, dan bahasa dinilai menjadi kunci untuk menemukan kembali narasi besar kebangsaan yang merefleksikan kekayaan sejarah dan keberagaman budaya.
Dengan riset dan inovasi, identitas bangsa yang berakar pada sejarah dan kearifan lokal diharapkan menjadi kekuatan strategis untuk menghadapi tantangan global.
“Keberagaman budaya Indonesia adalah kekayaan yang luar biasa. Dengan riset yang mendalam dan inovasi yang relevan, kita dapat menjadikan kebudayaan sebagai fondasi yang kokoh untuk membangun masa depan bangsa,” ujar Fadli Zon.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyatakan bahwa lembaganya berkomitmen mendukung eksplorasi kebudayaan Indonesia.
“Jadi kami berkomitmen untuk menggali, mengeksplorasi potensi-potensi peninggalan-peninggalan, baik itu dari arkeologi, manuskrip, maupun bahasa, yang bisa menjadi, menunjukkan, menggali kembali kebudayaan kita, yang sebelumnya mungkin belum diketahui,” ujarnya.